Hampir empat tahun. Menetap di
sebuah kota yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya, Yogyakarta. Melanjutkan
pendidikan di universitas berlabel kerakyatan yang merupakan salah satu
universitas terbaik di negeri ini. Kehidupan transisi dari masa remaja ke
dewasa memang menantang sekaligus menyenangkan. Namun, masa transisi tersebut
kini telah memasuki bab akhir.
Perjalanan ini dimulai dengan
awal yang tidak mulus. Saat ospek fakultas, aku dijatuhi hukuman sangat berat
karena akumulasi dari hukuman-hukuman sepanjang beberapa hari ospek. Aku harus
menulis essay sepanjang 2000 kata. Awal memasuki kuliah, aku memang naïf.
Manajemen waktu yang buruk membuatku tidak sempat mengerjakan tugas-tugas
individu ospek fakultas. Waktuku kuhabiskan untuk mengerjakan tugas kelompok. Tugas
kelompok dikerjakan oleh beberapa orang saja sehingga aku keteteran. Namun, hal tersebut tidak membuatku bermurung diri.
Kuambil sebagai sebuah pelajaran.
Kehidupan sebagai mahasiswa pun
dimulai. Semester-semester awal adalah momen beradaptasi. Menjumpai teman baru
yang berasal dari berbagai daerah, mulai menargetkan organisasi-organisasi
kampus untuk mengembangkan soft skill,
dan rajin masuk kelas karena belum ada kegiatan. Sebagai seseorang yang
memiliki relasi sangat sedikit di kampus, semester awal menjadi sedikit berat.
Menapaki pertengahan semester,
kehidupan mahasiswa sesungguhnya mulai terasa. Menyeimbangkan antara urusan akademis,
organisasi, dan kegiatan di luar kampus bukanlah sesuatu yang mudah, apalagi
jika belum terbiasa. Namun, aku selalu ingat kata senior yang pernah mengajukan
pertanyaan suatu ketika saat aku wawancara.
“Jika kamu mengikuti beberapa oganisasi, kemudian pada satu waktu
kegiatan organisasi-organisasi dan kuliah terbentur, apa yang akan kamu
lakukan?”
Aku menjawab dengan jawaban agak
klise. Ternyata jawaban yang benar adalah sederhana: Skala prioritas. Aku pun
menggunakan skala prioritas ini dalam membagi waktu selama aku kuliah. Kusematkan
skala prioritas dalam otakku, hingga kini.
Seiring berjalan waktu, perkuliahan menjadi semakin
kompleks. Setiap semester aku usahakan mengambil sks penuh dengan tetap
berkontribusi pada organisasi. Lingkaran pertemanan mulai menyempit, tetapi
relasi semakin luas.
Mungkin hampir semua mahasiswa berjibaku membagi waktu 24
jam dalam sehari untuk aktivitas mereka. Kadang, saat perkuliahan, setengah
kelas terlihat mengantuk. Entah itu kuliah pagi, siang, maupun sore. Sering
juga terjadi hari yang sangat tidak dinantikan yaitu ketika kuliah pagi hingga
sore (9 sks), semua mata kuliah berat dan semuanya kuis. Namun, inilah seni
dalam hidup. Ketika kehidupan berjalan lancar, maka saat itulah kamu perlu
mempertanyakan diri sendiri. Saat kehidupan terasa menantang, bersyukurlah
karena kamu sedang dibangun menjadi seseorang yang lebih baik.
Namun, masa-masa tersebut akan segera terganti. Pelajaran
yang kita dapat saat kuliah menjadi bekal untuk masa selanjutnya. Rasanya rindu
sekali bercanda di kelas, mengerjakan tugas hingga larut, kuliah dari pagi
sampai malam, membaca majalah di perpustakaan, dan kenangan lainnya saat
kuliah. Mungkin nanti saat di dunia kerja, kita masih mengalami ini tapi tetap
saja akan berbeda.
Kawan, kita akan jarang berjalan kaki ke supermarket dan
tempat makan lagi, main ke mall sama-sama
saat tugas numpuk demi refreshing,
naik bus ke malioboro, menginap dan bercerita hingga malam. Dulu setiap aku
pulang dari kampus dan kos berantakan, aku memilih tidur di kos teman. Kini,
aku harus memulai dari awal lagi, dan saat aku memulai dari awal, aku juga
harus melepaskan akhir.
Terima kasih kehidupan.