Friday, December 26, 2014

Review Film: DAISY


 

"Bahwa mencintai seseorang adalah bukan tentang memilikinya tetapi membahagiakannya tanpa pamrih"

        Seperti itulah pesan yang dapat ditangkap dari film korea yang bergenre romance-action ini.
Film ini memadukan adegan - adegan aksi dengan kehidupan cinta seorang pria bernama Park Yi (Jeong Woo Seong) dengan gadis pelukis bernama Hye Young (Jeon Ji-hyeon). Park Yi adalah seorang pembunuh bayaran tetapi dalam film ini ia berperan sebagai tokoh utama protagonis yang senantiasa ingin melindungi Hye Young.
        Daisy mengambil latar Kota Amsterdam yang indah. Daisy sendiri adalah jenis bunga yang sering dikirimkan secara rahasia oleh Park Yi kepada Hye Young. Park Yi tidak membongkar identitasnya hingga pada suatu hari, Hye Young tertembak dan harus kehilangan suaranya.
        Kisah cinta keduanya sangat berbeda. Park Yi selalu membantu Hye Young tetapi tidak ingin memperlihatkan dirinya pada sosok yang ia cintai itu. Ia membuatkan Hye Young jembatan agar Hye Young dapat melukis kembali di padang rumput, tempat gadis itu sering membuat lukisan. Hingga suatu hari datang seorang pria bernama Jeong Woo (Lee Seong Jae) yang sedang menggenggam daisy saat Hye Young melukis, Hye Young mengira bahwa Jeong Woo-lah pria misterius yang selalu menolongnya.
        Di akhir kisah, kebersamaan Park Yi dan Hye Young semakin sering terlihat. Namun, Hye Young sebenarnya tidak pernah menaruh hati pada Park Yi, apalagi setelah ia mengetahui bahwa Park Yi adalah seorang pembunuh bayaran. Adegan tembak - tembakan yang sengit akan mengakhiri kisah keduanya.
        Di beberapa bagian, film ini akan terasa membosankan. Namun, suasana Kota Amsterdam akan cukup menghibur. Ide cerita yang disajikan dengan menggunakan pembunuh bayaran sebagai tokoh utama cukup menarik. Hanya saja, konflik yang ada di film kurang dapat dimunculkan secara maksimal.

sumber gambar: www.google.com



Thursday, December 4, 2014

Pergi, kelabu


Langit, mengapa kelabu itu tak pernah pergi

Ia membuatku ingat akan ilalang yang dijauhi oleh rumput – rumput hijau

Sendiri, melawan desir angin yang tak punya hati

Tetap berdiri tegak walau tak pernah terlihat sang matahari

Langit, apakah aku yang harus pergi

Jauh jauh jauh, hingga tak kulihat kelabu itu

Atau saat ilalang berada di ladangnya

Saat ia kini memiliki teman

Dan tidak pernah merasa sendiri lagi

Saat air yang mengalir di tanah yang termakan kemarau

Terlihat lebih jernih

Saat daun yang digugurkan pohonnya

Jatuh tanpa rasa sakit



Langit, maaf. Aku membenci kelabu-mu