Kami
sama-sama melihat rona merah langit Tumbu, pagi itu
Indah
Walau
dilihat dari tempat yang berbeda dan raga yang terpisah
Kami
tahu bahwa hati ini telah berlabuh
Pada
senyum ramah masyarakat Tumbu
Pada
sayup-sayup angin malam yang dinginnya menusuk tulang
Pada
jalan bebatuan yang kami lewati setiap hari
Pada
sapa serta tawa hangat anak-anak
Hari
demi hari terlewati
Tumbu
belum pernah menyisakan sendu
Kecuali,
rasa rindu kepada rumah tentunya…
Namun
Tumbu selalu menawarkan rumah kedua
Bagi
kami yang ikhlas mengabdi
Pulosari, 21 juli 2015
Aku
ingat betul. Saat pertama kali mengenal Desa Pulosari sebagai salah satu lokasi
Kuliah Kerja Nyata (KKN). Malam itu, aku menginap di rumah seorang teman kuliah
yang kukenal sejak lama. Kami bercerita sepanjang malam tentang KKN. Ia
menunjukkan sebuah proposal KKN tahun sebelumnya di Desa Pulosari. Aku melihat
sekilas dan bergumam, “ah, ada kebun teh. Sepertinya menarik”. Ya, aku sangat ingin ke kebun teh.
Waktu
terus berjalan hingga takdir membawaku untuk tinggal di Desa Pulosari selama
dua bulan untuk mengabdi. Pagi tanggal 2 Juli 2014, setelah menempuh perjalanan
panjang, rombongan KKN kami tiba di depan kantor kecamatan Desa Pulosari. Udara
pagi itu yang sangat dingin. Saking dinginnya gigiku menggertak dan tubuhku
menggigil tetapi aku tidak peduli. Rasanya sangat bersemangat untuk memulai
cerita di sebuah desa yang aku kunjungi untuk pertama kalinya.
Aku
dan tujuh teman yang lain, Desi, Diah Astuti, Indri, Pandji, Risang, Mbak
Alfonsa dan Farkhan bertugas di Dusun Tumbu. Dusun tersebut terletak tepat di
kaki Gunung Slamet. Kami tinggal di sebuah rumah yang cukup besar di RT 39,
rumah tersebut ditempati oleh sebuah keluarga yang ramah. Bapak Muin, Ibu Fareha,
Burhan dan Aji, mereka lah keluarga kami selama disana.
Tinggal
di Dusun Tumbu, kami merasa beruntung. Saat pagi, Gunung Slamet tergambar
sangat jelas seperti lukisan. Di sepanjang jalan, akan ada banyak warga yang bersliweran. Mereka membawa tongkat
besar yang di kedua ujungnya diikatkan jerigen. Dari pagi, hingga sore warga
tidak absen untuk mengambil air dari atas. Ada pula ibu-ibu yang bergerombol di
bak penampungan air hasil program pemerintah. Bak penampungan tersebut tersebar
di beberapa titik lokasi. Salah satunya berada di depan pondokan yang kami
tempati. Biasanya, bak tersebut adalah yang paling ramai. Pemandangan yang
sudah biasa bagi kami melihat ibu-ibu mengantri air sambil bercengkrama.
Hari-hari
awal berada di Dusun Tumbu, kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama
anak-anak. Sebelum dan sepulang survei permasalahan KKN, anak-anak menunggu
kami untuk bermain bersama mereka. Jumlahnya kadang hampir mencapai 15 orang.
Mereka rata-rata duduk di sekolah dasar.
Kami merasa senang, mereka tidak segan kepada kami. Ketika kami
mengenalkan berbagai macam permainan seperti monopoli, mereka sangat
bersemangat untuk mempelajari permainan yang baru mereka lihat tersebut. Tidak
jarang kami berjalan jalan bersama mereka. Sehabis subuh, sekitar jam 6 pagi
mereka berkumpul di depan pondokan. Menunggu kami untuk diajak menikmati
matahari terbit.
Berjalan-jalan bersama anak Dusun
Tumbu
Desa
Pulosari khususnya Dusun Tumbu memiliki potensi pertanian yang sangat baik.
Komoditas utama dari dusun ini adalah cabai, tomat, teh dan tembakau.
Sayangnya, hasil pertanian yang melimpah belum dikelola secara maksimal. Saat
survei, kami menemukan bahwa walaupun hasil pertanian tersebut berasal dari
Pulosari tetapi lebih dikenal masyarakat sebagai komoditas di Pasar Pratin
(salah satu pasar yang terletak di Desa Serang, Purbalingga). Permasalahan umum
yang kami temui lainnya adalah hama tanaman. Beberapa warga mengeluhkan hama
tanaman yang membuat hasil panen mereka menjadi tidak maksimal.
Kami
sangat menikmati masa-masa survei awal. Berbaur dengan warga sangat
menyenangkan. Warga Dusun Tumbu ramah dan terbuka. Mereka bercerita mengenai
permasalahan yang dialami tanpa rasa curiga kepada kami yang masih merupakan
orang asing pada saat itu. Sebagian besar warga Dusun Tumbu adalah petani dan
peternak. Setiap kepala keluarga biasanya memiliki lahan garapan. Alhasil, saat
survei kami hampir selalu mampir ke sawah dan kebun warga, menyaksikan secara
langsung tanaman-tanaman sumber penghidupan masyarakat Tumbu.
Selain
menggali permasalahan pertanian, kami mencoba menemukan permasalahan lain untuk
diberikan solusi. Pada masa survei, biasanya kami berkunjung dari satu rumah ke
rumah lainnya. Pada suatu hari, kami tidak sengaja mampir ke rumah seorang guru
yang merupakan guru SD 01 Pulosari, tempat anak-anak Dusun Tumbu bersekolah.
Namanya Bu Yani, seorang wanita yang masih terlihat muda di usianya. Bu Yani
menceritakan kondisi pendidikan di Dusun Tumbu. Banyak di antara anak-anak yang
mengalami putus sekolah dan menikah di usia dini. Kami prihatin. Berangkat dari
rasa keprihatinan itu, kami pun menyusun program untuk membantu mengubah pola
pikir masyarakat perihal pendidikan. Memang tidak mudah berkutat dengan pola
pikir masyarakat. Kami pun paham bahwa solusi melalui program yang kami
tawarkan tidak akan berhasil dalam jangka pendek. Namun, setidaknya kami telah
berusaha.
Setelah
masa survei terlewati, kami pun masuk pada pelaksanaan program. Pada saat itu,
kami sudah cukup dekat dengan warga. Tanpa kami menyapa terlebih dahulu, warga
dari anak-anak hingga orang tua telah mengenali kami. Ketika kami lewat, mereka
menimpalkan senyum, biasanya sambil berkata “ten pundi?” (mau kemana?). Pada saat program, warga juga sangat
antusias. Kami merasa bahwa keinginan warga untuk belajar sangat tinggi. Saat
survei maupun sosialisasi, mereka selalu memperhatikan penjelasan dari kami
secara seksama.
Desa
Pulosari begitu panas di siang hari dan sebaliknya, pada malam hari terasa
dingin. Seiring dengan waktu, tubuh kami berhasil beradaptasi walaupun masih
harus menggunakan selimut tebal pada saat tidur. Kegiatan malam hari kami isi
dengan mengerjakan tugas KKN. Jika sedang libur, kami berkumpul bersama para
pemuda desa di pondokan. Pemuda di RT 39 Dusun Tumbu jumlahnya cukup banyak.
Mereka hobi bernyanyi dan bermain gitar. Saat malam tiba, kami sering bernyanyi
bersama. Menikmati dinginnya malam dengan suara-suara kami yang memecah sepi.
Momen
lebaran merupakan salah satu kenangan yang membekas di otak saya. Pada saat
lebaran, sebagian besar teman-teman satu subunit pulang ke kampung halaman. Hanya
saya dan mbak Alfonsa yang tinggal di pondokan. Saat itu, keluarga besar bapak
dan ibu pondokan banyak yang datang. Kami pun menyambut mereka layaknya
keluarga sendiri. Saat Hari Raya Idul Fitri, kami ikut ibu mengunjungi para
tetangga dan saudara-saudara. Seperti suasana lebaran biasanya, setiap rumah
menyajikan kue-kue kering dan masakan-masakan lezat.
Seluruh
Warga Tumbu sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Mereka ikut berperan
dalam setiap kelancaran program yang kami laksanakan. Kami akan selalu ingat,
bagaimana anak-anak kecil berlarian memanggil ketika kami melewati jalan-jalan
dusun. Kami akan selalu ingat, bagaimana orang tua mengajak kami bercengkrama
dengan Bahasa Jawa Krama yang kadang kami tidak paham artinya. Kami akan selalu
ingat, saat bermain bersama pemuda pemudi. Sekadar menonton pertandingan sepak
bola atau bahkan nimbrung bermain
bola saat sore di depan pondokan. Kami akan selalu ingat, antusiasme anak-anak
sekolah dasar saat kami mengajar mereka.
Mungkin
kami tidak dapat memberi banyak hal, tetapi kami berharap apapun yang telah
kami berikan dapat berguna bagi mereka, warga Desa Pulosari yang kami cintai.
No comments:
Post a Comment