Tuesday, December 1, 2015

Memori Tentang Pulosari

Kami sama-sama melihat rona merah langit Tumbu, pagi itu
Indah
Walau dilihat dari tempat yang berbeda dan raga yang terpisah
Kami tahu bahwa hati ini telah berlabuh
Pada senyum ramah masyarakat Tumbu
Pada sayup-sayup angin malam yang dinginnya menusuk tulang
Pada jalan bebatuan yang kami lewati setiap hari
Pada sapa serta tawa hangat anak-anak
Hari demi hari terlewati
Tumbu belum pernah menyisakan sendu
Kecuali, rasa rindu kepada rumah tentunya…
Namun Tumbu selalu menawarkan rumah kedua
Bagi kami yang ikhlas mengabdi
Pulosari, 21 juli 2015
Aku ingat betul. Saat pertama kali mengenal Desa Pulosari sebagai salah satu lokasi Kuliah Kerja Nyata (KKN). Malam itu, aku menginap di rumah seorang teman kuliah yang kukenal sejak lama. Kami bercerita sepanjang malam tentang KKN. Ia menunjukkan sebuah proposal KKN tahun sebelumnya di Desa Pulosari. Aku melihat sekilas dan bergumam, “ah, ada kebun teh. Sepertinya menarik”. Ya, aku sangat ingin ke kebun teh.
Waktu terus berjalan hingga takdir membawaku untuk tinggal di Desa Pulosari selama dua bulan untuk mengabdi. Pagi tanggal 2 Juli 2014, setelah menempuh perjalanan panjang, rombongan KKN kami tiba di depan kantor kecamatan Desa Pulosari. Udara pagi itu yang sangat dingin. Saking dinginnya gigiku menggertak dan tubuhku menggigil tetapi aku tidak peduli. Rasanya sangat bersemangat untuk memulai cerita di sebuah desa yang aku kunjungi untuk pertama kalinya.
Aku dan tujuh teman yang lain, Desi, Diah Astuti, Indri, Pandji, Risang, Mbak Alfonsa dan Farkhan bertugas di Dusun Tumbu. Dusun tersebut terletak tepat di kaki Gunung Slamet. Kami tinggal di sebuah rumah yang cukup besar di RT 39, rumah tersebut ditempati oleh sebuah keluarga yang ramah. Bapak Muin, Ibu Fareha, Burhan dan Aji, mereka lah keluarga kami selama disana.
Tinggal di Dusun Tumbu, kami merasa beruntung. Saat pagi, Gunung Slamet tergambar sangat jelas seperti lukisan. Di sepanjang jalan, akan ada banyak warga yang bersliweran. Mereka membawa tongkat besar yang di kedua ujungnya diikatkan jerigen. Dari pagi, hingga sore warga tidak absen untuk mengambil air dari atas. Ada pula ibu-ibu yang bergerombol di bak penampungan air hasil program pemerintah. Bak penampungan tersebut tersebar di beberapa titik lokasi. Salah satunya berada di depan pondokan yang kami tempati. Biasanya, bak tersebut adalah yang paling ramai. Pemandangan yang sudah biasa bagi kami melihat ibu-ibu mengantri air sambil bercengkrama.
Hari-hari awal berada di Dusun Tumbu, kami lebih banyak menghabiskan waktu bersama anak-anak. Sebelum dan sepulang survei permasalahan KKN, anak-anak menunggu kami untuk bermain bersama mereka. Jumlahnya kadang hampir mencapai 15 orang. Mereka rata-rata duduk di sekolah dasar.  Kami merasa senang, mereka tidak segan kepada kami. Ketika kami mengenalkan berbagai macam permainan seperti monopoli, mereka sangat bersemangat untuk mempelajari permainan yang baru mereka lihat tersebut. Tidak jarang kami berjalan jalan bersama mereka. Sehabis subuh, sekitar jam 6 pagi mereka berkumpul di depan pondokan. Menunggu kami untuk diajak menikmati matahari terbit.
IMG_20150704_060747.jpg
Berjalan-jalan bersama anak Dusun Tumbu
Desa Pulosari khususnya Dusun Tumbu memiliki potensi pertanian yang sangat baik. Komoditas utama dari dusun ini adalah cabai, tomat, teh dan tembakau. Sayangnya, hasil pertanian yang melimpah belum dikelola secara maksimal. Saat survei, kami menemukan bahwa walaupun hasil pertanian tersebut berasal dari Pulosari tetapi lebih dikenal masyarakat sebagai komoditas di Pasar Pratin (salah satu pasar yang terletak di Desa Serang, Purbalingga). Permasalahan umum yang kami temui lainnya adalah hama tanaman. Beberapa warga mengeluhkan hama tanaman yang membuat hasil panen mereka menjadi tidak maksimal.
Kami sangat menikmati masa-masa survei awal. Berbaur dengan warga sangat menyenangkan. Warga Dusun Tumbu ramah dan terbuka. Mereka bercerita mengenai permasalahan yang dialami tanpa rasa curiga kepada kami yang masih merupakan orang asing pada saat itu. Sebagian besar warga Dusun Tumbu adalah petani dan peternak. Setiap kepala keluarga biasanya memiliki lahan garapan. Alhasil, saat survei kami hampir selalu mampir ke sawah dan kebun warga, menyaksikan secara langsung tanaman-tanaman sumber penghidupan masyarakat Tumbu.
Selain menggali permasalahan pertanian, kami mencoba menemukan permasalahan lain untuk diberikan solusi. Pada masa survei, biasanya kami berkunjung dari satu rumah ke rumah lainnya. Pada suatu hari, kami tidak sengaja mampir ke rumah seorang guru yang merupakan guru SD 01 Pulosari, tempat anak-anak Dusun Tumbu bersekolah. Namanya Bu Yani, seorang wanita yang masih terlihat muda di usianya. Bu Yani menceritakan kondisi pendidikan di Dusun Tumbu. Banyak di antara anak-anak yang mengalami putus sekolah dan menikah di usia dini. Kami prihatin. Berangkat dari rasa keprihatinan itu, kami pun menyusun program untuk membantu mengubah pola pikir masyarakat perihal pendidikan. Memang tidak mudah berkutat dengan pola pikir masyarakat. Kami pun paham bahwa solusi melalui program yang kami tawarkan tidak akan berhasil dalam jangka pendek. Namun, setidaknya kami telah berusaha.
Setelah masa survei terlewati, kami pun masuk pada pelaksanaan program. Pada saat itu, kami sudah cukup dekat dengan warga. Tanpa kami menyapa terlebih dahulu, warga dari anak-anak hingga orang tua telah mengenali kami. Ketika kami lewat, mereka menimpalkan senyum, biasanya sambil berkata “ten pundi?” (mau kemana?). Pada saat program, warga juga sangat antusias. Kami merasa bahwa keinginan warga untuk belajar sangat tinggi. Saat survei maupun sosialisasi, mereka selalu memperhatikan penjelasan dari kami secara seksama.
Desa Pulosari begitu panas di siang hari dan sebaliknya, pada malam hari terasa dingin. Seiring dengan waktu, tubuh kami berhasil beradaptasi walaupun masih harus menggunakan selimut tebal pada saat tidur. Kegiatan malam hari kami isi dengan mengerjakan tugas KKN. Jika sedang libur, kami berkumpul bersama para pemuda desa di pondokan. Pemuda di RT 39 Dusun Tumbu jumlahnya cukup banyak. Mereka hobi bernyanyi dan bermain gitar. Saat malam tiba, kami sering bernyanyi bersama. Menikmati dinginnya malam dengan suara-suara kami yang memecah sepi.
Momen lebaran merupakan salah satu kenangan yang membekas di otak saya. Pada saat lebaran, sebagian besar teman-teman satu subunit pulang ke kampung halaman. Hanya saya dan mbak Alfonsa yang tinggal di pondokan. Saat itu, keluarga besar bapak dan ibu pondokan banyak yang datang. Kami pun menyambut mereka layaknya keluarga sendiri. Saat Hari Raya Idul Fitri, kami ikut ibu mengunjungi para tetangga dan saudara-saudara. Seperti suasana lebaran biasanya, setiap rumah menyajikan kue-kue kering dan masakan-masakan lezat.
Seluruh Warga Tumbu sudah kami anggap sebagai keluarga sendiri. Mereka ikut berperan dalam setiap kelancaran program yang kami laksanakan. Kami akan selalu ingat, bagaimana anak-anak kecil berlarian memanggil ketika kami melewati jalan-jalan dusun. Kami akan selalu ingat, bagaimana orang tua mengajak kami bercengkrama dengan Bahasa Jawa Krama yang kadang kami tidak paham artinya. Kami akan selalu ingat, saat bermain bersama pemuda pemudi. Sekadar menonton pertandingan sepak bola atau bahkan nimbrung bermain bola saat sore di depan pondokan. Kami akan selalu ingat, antusiasme anak-anak sekolah dasar saat kami mengajar mereka.
Mungkin kami tidak dapat memberi banyak hal, tetapi kami berharap apapun yang telah kami berikan dapat berguna bagi mereka, warga Desa Pulosari yang kami cintai.

No comments:

Post a Comment